Wednesday, April 23, 2008

1. Model struktural (Minuchin)
Model ini dikembangkan oleh Minuchin, konsepnya adalh keluarga adalah suatu sistem sosiokultural terbuka sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan adaptasi. Fungsi keluarga berkurang apabila kebutuhan individu dan anggota lainnya dijumpai maladaptive dan tidak bisa saling menyesuaikan. Fokus terapinya adalah perubahan adaptasi dari maladaptif menjadi adaptif untuk memudahkan perkembangan keluarga.
Usaha terapi meliputi hubungan keluarga, evaluasi struktur dasar keluarga, kemampuan dan upaya seluruh anggota keluarga untuk saling menerima perbedaan dan saling memahami karakter.

2. Model terapi Bowenian
Bowenian mempunyai pandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, seperti pernikahan, orang tua-anak & saudara kandung (sibling) dimana setiap subsistem tersebut dibagi kedalam subsistem individu dan jika terjadi gangguan pada salah satu subsistemya maka akan menyebabkan perubahan pada bagian lainnya bahkan bisa sampai ke suprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat. Bowen sendiri mempunyai 8 konsep dasar dalam pelaksanaan terapinya :
1. Pemisahan Diri (differentiation of self)
• Pemisahan diri adalah kemampuan seseorang untuk memisahkan diri sebagai bagian yang terpisah secara realistis dari ketergantungan pada individu lain dalam keluarga, tetapi dengan catatan dapat mempertahankan pemikiran dengan tenang dan jernih dalam menghadapi konflik, kritik, serta menolak pemikiran yang tidak jelas serta emosional
• Keluarga yang sehat akan mendorong proses pemisahan diri dari kekuatan ego keluarga yang telah banyak diterima pada anggota keluarga yang berusia 2 sampai 5 tahun serta diulang pada usia antara 13 dan 15 tahun.
• Stuck-togetherness (kebersamaan yang melekat/menancap) menggambarkan keluarga dengan kekuatan ego yang melekat kuat sehingga tidak ada anggota yang mempunyai perasaan utuh tentang dirinya secara mandiri
2. Triangles (Segitiga)
• Konsep hubungan segitiga merujuk kepada konfigurasi emosional dari 3 orang anggota keluarga yang menghambat dasar pembentukan sistem keluarga.
• Triangles adalah penghalang dasar pembentukkan sistem emosional.
• Jika ketegangan emosi pada sistem 2 orang melampaui batas, segitiga tersebut adalah orang ketiga, yang membiarkan perpindahan ketegangan ke orang ketiga tersebut.
• Suatu sistem emosional yang disusun secara seri pada hubungan segitiga akan bertaut satu sama lain.
• Hub segitiga merupakan hubungan disfungsional yang dipilih oleh keluarga untuk menurunkan kecemasan melalui pengalihan isu yang berkembang daripada menyelesaikan konflik/ketegangan.
• Triangulasi ini dapat terus berlangsung untuk jangka waktu yang tak terbatas dgn melibatkan orang di luar keluarga termasuk terapis keluarga yang dianggap sebagai bagian dari keluarga besar
3. Proses Emosional Sistem Keluarga Inti
• Menggambarkan pola fungsi emosional dalam satu generasi.
• Umumnya hubungan terbuka terjadi selama masa pacaran, kebanyakan individu memilih pasangan dengan tingkat perbedaan yang sama.
• Jika tingkat perbedaan yang muncul rendah pada masa penjajakan dalam hal ini adalah masa pacaran maka kemungkinan besar akan muncul masalah di masa mendatang.
4. Proses Proyeksi Keluarga
• Pasangan yang tidak mampu terikat dengan komitmen yang kuat sebagai orang tua maka akan menciptakan kecemasan kepada anak-anaknya.
• Peristiwa tsb dimanifestasikan sebagai hubungan segitiga ayah-ibu-anak.
• Segitiga ini ini umumnya berada pada berbagai tingkatan intensitas yang beragam pada hubungan antara orang tua dengan anak.
• Anak biasanya menjadi target sasaran yang dipilih dengan berbagai alasan:
- Anak akan mengingatkan pada salah satu figur orang tua terhadap isu pengalaman masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan
- Anak ditentukan oleh jenis kelamin atau posisi penting dalam keluarga
- Anak yang lahir cacat
- Orang tua yang memiliki pandangan negatif saat kehamilan
• Perilaku menjadika anak sebagai sasaran tersebut disebut “pengkambinghitaman” (scapegoating) dan hal tersebut sangat membahayakan stabilitas emosional serta kemampuan anak.
5. Emotional Cutoff (pemutusan secara emosional)
• Persepsi anak untuk memisahkan diri secara emosional.
• Setiap anak dalam keluarga mempunyai derajat keterikatan secara emosi yang kuat dan abadi dengan orang tuanya.
• Dalam pemutusan emosional biasanya pemutusan mudah dilakukan jika antara anak dengan orang tua tinggal dalam tempat yang jaraknya berdekatan sementara dengan anak yang tinggalnya berjauhan pemutusan emosional ini menjadi sangat sulit untuk dilakukan.
• Pemutusan hubungan secara emosional merupakan disfungsional yang terjadi diantara keluarga asli akibat keterikatan yang terjadi dengan pembentukkan keluarga baru
• Memelihara hubungan secara emosional dengan keluarga asal dapat mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga walaupun adanya perbedaan.
6. Proses Transmisi Multigenerasional
• Suatu cara pola interaksional yang ditransfer dari satu generasi ke generasi lain.
• Merupakan bagian yang berkelanjutan dari suatu proses yg natural/alami dari seluruh generasi
• Sikap, nilai, kepercayaan (beliefs), perilaku dan pola interaksi didapatkan dari orang tua kepada anak melalui seluruh kehidupan
• Penting untuk dikaji pada keluarga, terutama perilaku keluarga dalam suatu generasi yang turun menurun (multiple)
7. Sibling Position
• Satu kedudukan yang dipegang oleh keluarga akan mempengaruhi perkembangan keluarga yang dapat diprediksi dari karakteristik profil
• Anak ke berapa serta kepribadian anggota keluarga tsb akan menentukan posisi seseorang dalam keluarga.
• Bowen menggunakan teknik ini untuk membantu menggambarkan tingkat perbedaan kedudukan diantara keluarga serta kemungkinan terjadinya proses proyeksi keluarga secara langsung.
8. Societal regression
• Teori Bowen meluaskan pandangannya thdp masyarakat (society) sebagai system social seperti layaknya keluarga.
• Konsep societal regression membandingkan antara respon masyarakat dengan respon individu dan keluarga terhadap:
- Tekanan akibat krisis emosional
- Tekanan yang menimbulkan ketidaknyamanan & kecemasan;
- Penyebab penyelesaian yang tergesa-gesa, bertambahnya masalah, serta siklus yang sama yg berulang secara terus menerus.



Tujuan terapi Bowenian Model:
Menurunkan kecemasan & memperbaiki gejala-gejala yang timbul
Meningkatkan setiap partisipasi partisipan disesuaikan dengan tingkat pemisahan dirinya dalam rangka meningkatkan adaptasi keluarga sebagai sistem
Metoda standarnya adalah 2 orang dewasa ditambah terapis
Peran terapeutik adalah:
- Sebagai “pelatih” atau supervisor,
- Meminimalkan keterlibatan secara emosional dengan keluarga.
Teknik terapis meliputi:
• M’definisikan & m’klarifikasi hub antar anggota keluarga
• M’bantu anggota keluarga mengembangkan hub satu-satu & meminimalkan hub segitiga (triangles) dalam system.
• Mengajarkan anggota keluarga mengenai fungsi system emosional
• Meningkatkan perbedaan dgn mendorong “kedudukan sebagai saya (individu)” selama mengikuti terapi
Proses Terapinya :
Presession – Membuat perjanjian pertemuan dan lamanya, bina hub saling percaya serta kejujuran, merumuskan hipotesa berdasarkan masalah yang didapatkan
Session – Testing & memperbaiki hipotesa berdasarkan 8 konsep Bowen dengan memberikan beberapa intervensi terhadap keluarga
Post-session- Analisa reaksi keluarga serta rencana sesi selanjutnya Atau Mengakhiri Terapi

3. Model strategis
Terapis yang mengembangkannya adalah Jay Harley. Konsep dasar terapi ini adalah semua tingkah laku dan komunikasi yang dilakukan keluarga.
Strategi terapi meliputi :
1. Reframing; masalah yang di terapi pada keluarga adalah masalah yang ditegaskan kembali oleh terapis atau siapapun yang melakukan terapi.
2. Pengandalian perubahan; dalam terapi, terapis hanya mengarahkan apa yang perlu dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalahnya dan untuk pelaksanaan penyelesaian masalah semuanya dilakukan oleh keluarga.
3. Paradok; terapis mengarahkan untuk perubahan peran pada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah dalam keluarga dimana yang sudah menjadi kebiasaan dibalik 180º sehingga di sini keluarga akan belajar untuk mempelajari dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan keluarga.

4. Model terapi transformational
Model ini dikembangkan oleh Virginia Satir, seorang terapis dari Amerika Serikat. Konsep dasar dalam terapinya adalah dinamika hubungan antara manusia dalam satu sistem keluarga, yang akan berpengaruh kepada hubungan seseorang dengan sistem diluar keluarganya sehingga supaya tidak terjadi masalah maka diupayakan untuk terjadinya transformasi dalam hidup seseorang. Perubahan yang dimaksud semata-mata bukan untuk kepentingan perubahan saja tetapi juga mengupayakan bagaimana seseorang dapat memberdayakan kemampuan serta kekuatannya untuk menyelesaikan masalahnya, karena masalah yang ditimbul pada setiap individu semuanya bisa diselesaiakan tergantung dari upaya seseorang tersebut untuk memberdayakan kekuatannya untuk mengatasi masalahnya. Dalam model ini jika terdapat anggota keluarga yang dianggap bermasalah maka terapisnya akan mengkondisikan keluarga tersebut untuk menciptakan lingkungan yang mendukung seseorang yang bermasalah tersebut untuk memberdayakan kekuatannya untuk menyelesaikan masalahnya. Sementara itu, untuk individu yang bermasalah akan dilakukan proses transformasi perasaan, persepsi, pengharapan, dan tingkah lakunya terhadap masalah yang dihadapinya. salah satu bentuk terapinya adalah terapi musik yang dilakukan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga meskipun yang bermasalah hanya satu individu atau beberapa individu saja.
1. Model struktural (Minuchin)
Model ini dikembangkan oleh Minuchin, konsepnya adalh keluarga adalah suatu sistem sosiokultural terbuka sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan adaptasi. Fungsi keluarga berkurang apabila kebutuhan individu dan anggota lainnya dijumpai maladaptive dan tidak bisa saling menyesuaikan. Fokus terapinya adalah perubahan adaptasi dari maladaptif menjadi adaptif untuk memudahkan perkembangan keluarga.
Usaha terapi meliputi hubungan keluarga, evaluasi struktur dasar keluarga, kemampuan dan upaya seluruh anggota keluarga untuk saling menerima perbedaan dan saling memahami karakter.

2. Model terapi Bowenian
Bowenian mempunyai pandangan bahwa keluarga adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, seperti pernikahan, orang tua-anak & saudara kandung (sibling) dimana setiap subsistem tersebut dibagi kedalam subsistem individu dan jika terjadi gangguan pada salah satu subsistemya maka akan menyebabkan perubahan pada bagian lainnya bahkan bisa sampai ke suprasistem keluarga tersebut yaitu masyarakat. Bowen sendiri mempunyai 8 konsep dasar dalam pelaksanaan terapinya :
1. Pemisahan Diri (differentiation of self)
• Pemisahan diri adalah kemampuan seseorang untuk memisahkan diri sebagai bagian yang terpisah secara realistis dari ketergantungan pada individu lain dalam keluarga, tetapi dengan catatan dapat mempertahankan pemikiran dengan tenang dan jernih dalam menghadapi konflik, kritik, serta menolak pemikiran yang tidak jelas serta emosional
• Keluarga yang sehat akan mendorong proses pemisahan diri dari kekuatan ego keluarga yang telah banyak diterima pada anggota keluarga yang berusia 2 sampai 5 tahun serta diulang pada usia antara 13 dan 15 tahun.
• Stuck-togetherness (kebersamaan yang melekat/menancap) menggambarkan keluarga dengan kekuatan ego yang melekat kuat sehingga tidak ada anggota yang mempunyai perasaan utuh tentang dirinya secara mandiri
2. Triangles (Segitiga)
• Konsep hubungan segitiga merujuk kepada konfigurasi emosional dari 3 orang anggota keluarga yang menghambat dasar pembentukan sistem keluarga.
• Triangles adalah penghalang dasar pembentukkan sistem emosional.
• Jika ketegangan emosi pada sistem 2 orang melampaui batas, segitiga tersebut adalah orang ketiga, yang membiarkan perpindahan ketegangan ke orang ketiga tersebut.
• Suatu sistem emosional yang disusun secara seri pada hubungan segitiga akan bertaut satu sama lain.
• Hub segitiga merupakan hubungan disfungsional yang dipilih oleh keluarga untuk menurunkan kecemasan melalui pengalihan isu yang berkembang daripada menyelesaikan konflik/ketegangan.
• Triangulasi ini dapat terus berlangsung untuk jangka waktu yang tak terbatas dgn melibatkan orang di luar keluarga termasuk terapis keluarga yang dianggap sebagai bagian dari keluarga besar
3. Proses Emosional Sistem Keluarga Inti
• Menggambarkan pola fungsi emosional dalam satu generasi.
• Umumnya hubungan terbuka terjadi selama masa pacaran, kebanyakan individu memilih pasangan dengan tingkat perbedaan yang sama.
• Jika tingkat perbedaan yang muncul rendah pada masa penjajakan dalam hal ini adalah masa pacaran maka kemungkinan besar akan muncul masalah di masa mendatang.
4. Proses Proyeksi Keluarga
• Pasangan yang tidak mampu terikat dengan komitmen yang kuat sebagai orang tua maka akan menciptakan kecemasan kepada anak-anaknya.
• Peristiwa tsb dimanifestasikan sebagai hubungan segitiga ayah-ibu-anak.
• Segitiga ini ini umumnya berada pada berbagai tingkatan intensitas yang beragam pada hubungan antara orang tua dengan anak.
• Anak biasanya menjadi target sasaran yang dipilih dengan berbagai alasan:
- Anak akan mengingatkan pada salah satu figur orang tua terhadap isu pengalaman masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan
- Anak ditentukan oleh jenis kelamin atau posisi penting dalam keluarga
- Anak yang lahir cacat
- Orang tua yang memiliki pandangan negatif saat kehamilan
• Perilaku menjadika anak sebagai sasaran tersebut disebut “pengkambinghitaman” (scapegoating) dan hal tersebut sangat membahayakan stabilitas emosional serta kemampuan anak.
5. Emotional Cutoff (pemutusan secara emosional)
• Persepsi anak untuk memisahkan diri secara emosional.
• Setiap anak dalam keluarga mempunyai derajat keterikatan secara emosi yang kuat dan abadi dengan orang tuanya.
• Dalam pemutusan emosional biasanya pemutusan mudah dilakukan jika antara anak dengan orang tua tinggal dalam tempat yang jaraknya berdekatan sementara dengan anak yang tinggalnya berjauhan pemutusan emosional ini menjadi sangat sulit untuk dilakukan.
• Pemutusan hubungan secara emosional merupakan disfungsional yang terjadi diantara keluarga asli akibat keterikatan yang terjadi dengan pembentukkan keluarga baru
• Memelihara hubungan secara emosional dengan keluarga asal dapat mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga walaupun adanya perbedaan.
6. Proses Transmisi Multigenerasional
• Suatu cara pola interaksional yang ditransfer dari satu generasi ke generasi lain.
• Merupakan bagian yang berkelanjutan dari suatu proses yg natural/alami dari seluruh generasi
• Sikap, nilai, kepercayaan (beliefs), perilaku dan pola interaksi didapatkan dari orang tua kepada anak melalui seluruh kehidupan
• Penting untuk dikaji pada keluarga, terutama perilaku keluarga dalam suatu generasi yang turun menurun (multiple)
7. Sibling Position
• Satu kedudukan yang dipegang oleh keluarga akan mempengaruhi perkembangan keluarga yang dapat diprediksi dari karakteristik profil
• Anak ke berapa serta kepribadian anggota keluarga tsb akan menentukan posisi seseorang dalam keluarga.
• Bowen menggunakan teknik ini untuk membantu menggambarkan tingkat perbedaan kedudukan diantara keluarga serta kemungkinan terjadinya proses proyeksi keluarga secara langsung.
8. Societal regression
• Teori Bowen meluaskan pandangannya thdp masyarakat (society) sebagai system social seperti layaknya keluarga.
• Konsep societal regression membandingkan antara respon masyarakat dengan respon individu dan keluarga terhadap:
- Tekanan akibat krisis emosional
- Tekanan yang menimbulkan ketidaknyamanan & kecemasan;
- Penyebab penyelesaian yang tergesa-gesa, bertambahnya masalah, serta siklus yang sama yg berulang secara terus menerus.



Tujuan terapi Bowenian Model:
Menurunkan kecemasan & memperbaiki gejala-gejala yang timbul
Meningkatkan setiap partisipasi partisipan disesuaikan dengan tingkat pemisahan dirinya dalam rangka meningkatkan adaptasi keluarga sebagai sistem
Metoda standarnya adalah 2 orang dewasa ditambah terapis
Peran terapeutik adalah:
- Sebagai “pelatih” atau supervisor,
- Meminimalkan keterlibatan secara emosional dengan keluarga.
Teknik terapis meliputi:
• M’definisikan & m’klarifikasi hub antar anggota keluarga
• M’bantu anggota keluarga mengembangkan hub satu-satu & meminimalkan hub segitiga (triangles) dalam system.
• Mengajarkan anggota keluarga mengenai fungsi system emosional
• Meningkatkan perbedaan dgn mendorong “kedudukan sebagai saya (individu)” selama mengikuti terapi
Proses Terapinya :
Presession – Membuat perjanjian pertemuan dan lamanya, bina hub saling percaya serta kejujuran, merumuskan hipotesa berdasarkan masalah yang didapatkan
Session – Testing & memperbaiki hipotesa berdasarkan 8 konsep Bowen dengan memberikan beberapa intervensi terhadap keluarga
Post-session- Analisa reaksi keluarga serta rencana sesi selanjutnya Atau Mengakhiri Terapi

3. Model strategis
Terapis yang mengembangkannya adalah Jay Harley. Konsep dasar terapi ini adalah semua tingkah laku dan komunikasi yang dilakukan keluarga.
Strategi terapi meliputi :
1. Reframing; masalah yang di terapi pada keluarga adalah masalah yang ditegaskan kembali oleh terapis atau siapapun yang melakukan terapi.
2. Pengandalian perubahan; dalam terapi, terapis hanya mengarahkan apa yang perlu dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalahnya dan untuk pelaksanaan penyelesaian masalah semuanya dilakukan oleh keluarga.
3. Paradok; terapis mengarahkan untuk perubahan peran pada anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah dalam keluarga dimana yang sudah menjadi kebiasaan dibalik 180º sehingga di sini keluarga akan belajar untuk mempelajari dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan keluarga.

4. Model terapi transformational
Model ini dikembangkan oleh Virginia Satir, seorang terapis dari Amerika Serikat. Konsep dasar dalam terapinya adalah dinamika hubungan antara manusia dalam satu sistem keluarga, yang akan berpengaruh kepada hubungan seseorang dengan sistem diluar keluarganya sehingga supaya tidak terjadi masalah maka diupayakan untuk terjadinya transformasi dalam hidup seseorang. Perubahan yang dimaksud semata-mata bukan untuk kepentingan perubahan saja tetapi juga mengupayakan bagaimana seseorang dapat memberdayakan kemampuan serta kekuatannya untuk menyelesaikan masalahnya, karena masalah yang ditimbul pada setiap individu semuanya bisa diselesaiakan tergantung dari upaya seseorang tersebut untuk memberdayakan kekuatannya untuk mengatasi masalahnya. Dalam model ini jika terdapat anggota keluarga yang dianggap bermasalah maka terapisnya akan mengkondisikan keluarga tersebut untuk menciptakan lingkungan yang mendukung seseorang yang bermasalah tersebut untuk memberdayakan kekuatannya untuk menyelesaikan masalahnya. Sementara itu, untuk individu yang bermasalah akan dilakukan proses transformasi perasaan, persepsi, pengharapan, dan tingkah lakunya terhadap masalah yang dihadapinya. salah satu bentuk terapinya adalah terapi musik yang dilakukan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga meskipun yang bermasalah hanya satu individu atau beberapa individu saja.
TERAPI KELUARGA

A. Konsep Dasar Keluarga
Menurut Kamus Webster keluarga adalah A social unit consisting of parent and the children they rear(sebuah unit sosial yang terdiri dari orang tua dan anak yang mereka asuh) atau A group of people related by ancestry or marriage(sekelompok orang yang dihubungkan oleh keturunan atau perkawinan). Sementara itu, menurut PP No. 21 tahun 1994, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut WHO, keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Berdasarkan 3 definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah unit terkecil dalam kehidupan sosial dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak baik yang terhubung melalui pertalian darah, perkawinan, maupun adopsi.
Menurut ahli keluarga yaitu Friedman(1998) menjelaskan bahwa keluarga dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Fungsi dasar tersebut terbagi menjadi 5 fungsi yang salah satunya adalah fungsi fungsi affektif, yaitu fungsi keluarga untuk pembentukan dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang dewasa serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggotanya. Apabila fungsi affektif ini tidak bisa berjalan semestinya maka akan terjadi gangguan psikologis yang berdampak pada kejiwaan dari keseluruhan unit keluarga tersebut.
Mengenai fungsi affektif ini banyak kejadian dalam keluarga yang bisa memicu terjadinya gangguan kejiwaan baik pada anggotanya maupun pada keseluruhan unit keluarganya, contoh kejadian-kejadian tersebut seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kultural, dll. Kejadian tersebut tidak semata-mata muncul tetapi selalu ada pemicunya, dalam konsep keluarga yang biasanya menjadi pemicu adalah struktur nilai, struktur peran, pola komunikasi, pola interaksi, dan iklim keluarga yang mendukung untuk mencetuskan kejadian-kejadian yang memicu terjadinya gangguan kejiwaan pada keluarga tersebut.


B. Terapi Keluarga
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa banyak kejadian yang menyebabkan kejadian gangguan kejiwaan pada keluarga dapat muncul pada anggotanya saja atau pada keseluruhan unit dari keluarga tersebut. Pada jaman dahulu kejadian tersebut dianggap lumrah dan biasanya keluarga mencari petolongan hanya untuk mengatasi gangguan yang nampak saja contoh nyatanya adalah jika ada seorang anggota keluarga yang dinyatakan ‘sakit jiwa’ maka anggota keluarga lain serta masyarakat sekitar keluarga pasti akan menyarankan agar orang tersebut dibawa ke RS Jiwa atau psikolog bahkan yang paling parah adalah orang sakit tersebut diasingkan atau dipasung supaya tidak membuat aib bagi keluarga. Akan tetapi, pada kenyataan dilapangan praktek tersebut sangat tidak manjur bahkan yang ada sekarang iniorang tersebut lebih sering kambuh dan yang lebih membahayakan adalah orang tersebut dapat membahayakan orang lain baik secara fisik maupun psikologis pada orang sekitarnya. Maka untuk menanggulangi hal tersebut para ahli psikologi membuat suatu terapi yang fokus penanganannya adalah keluarga sebagai unit yang penting dalam mengatasi masalah bagi klien baik fisik maupun psikologis.
Terapi keluarga sendiri adalah suatu psikoterapi modalitas dengan fokus pada penanganan keluarga sebagai unit. Sehingga dalam pelaksanaanya terapis membantu keluarga dalam mengidentifikasi & memperbaiki keadaan yang maladaptif, kontrol diri pada anggota keluarga yang kurang, serta pola hubungan berulang yg tidak konstruktif.
Pada saat ini yang menjadi terapis dalam terapi keluarga bukan hanya psikolog tetapi juga terdapat tenaga perawat yang tersertifikasi untuk melakukan tindakan tersebut.
Adapun tujuan dari terapi tersebut lebih ditekankan pada keluarga yang mejalankan terapi yaitu mengembalikan fungsi dasar keluarga serta membantu proses penyesuaian kembali setelah selesai dari program perawatan agar dapat berfungsi kembali khususnya dalam keluarga dan umumnya di masyarakat.
Model terapi keluarga sendiri banyak jenisnya. Akan tetapi, yang umum digunakan dalam terapi keluarga adalah model terapi Bowenian, model struktural (Minuchin), model strategis, dan sekarang ini terdapat model baru yaitu model terapi transformational (Virginia Satir).
Untuk peran perawat sendiri dalam terapi keluarga dalah melakukan asuhan keperawatan yang relevan dimana untuk perawat yang tidak memiliki sertifikasi dalam melaksanakan terapi adalah memberikan psiko edukasi pada keluarga sedangkan bagi yang memiliki sertifikasi adalah memberikan terapi sesuai dengan kondisi pasien. ementara itu, menurut Newman intervensi yang dilakuakn perawat mencakup intervensi primer dan tersier yaitu :
1. mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga
2. memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah
3. mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan
4. member penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi,dll
Tak kalah penting adalah jika kita bukan perawat bersertifikasi kita bisa melakukan hal paling mendasar untuk menentukan apakah seseorang tersebut memnag membutuhkan terapi keluarga atau tidak yaitu dengan pengkajian indikasi dilakukan terapi keluarga pada klien tersebut :
1. Segan terhadap psikoterapi individu karena takut, tidak percaya pada terapi, menetang keras terapi, melawan figure orang tua.
2. Tidak\kurang berpengalaman dengan saudara-saudaranya, mempunyai pertentangan dengan anggota keluarga lain, tidak\sukar menyesuaikan diri dalam keluarga.
3. Ada salah satu anggota keluarga yang mempunyai intelegensi rendah atau komunikasi keluarga yang terhambat.
Selain Peran perawat yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana perawat membantu serta mendorong keluarga untuk terlibat dalam mencegah klien kambuh. Alasan keluarga dilibatkan dalam mencegah kekambuhan pada klien adalah :
1. keluarga merupakan tempat individu pertama memulai hubungan interpersonal dengan lingkungan
2. keluarga merupakan suatu sistem yang utuh dan tidak terpisahkan sehingga jika ada satu yang terganggu yang lain ikut terganggu
3. keluarga menurut Sullinger(1988) merupakan salah satu penyebab klien gangguan jiwa menjadi kambuh lagi sehingga diharapkan jika keluarga ikut berperan dalam mencegah klien kambuh setidaknya membantu klien untuk dapat mempertahankan derajat kesehatan mentalnya karena keluarga secara emosional tidak dapat dipisahkan dengan mudah
Peran keluarga dalam terapi sendiri adalah :
1. membuat sustu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadap diri klien dan aktivitasnya
2. tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka
3. membantu anggota bagaimana memandang orang lain
4. tempat bertanya serta pemberi informasi yang mudah dipahami klien
5. membangun self esteem
6. nenurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi
7. menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis
8. pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab

DAFTAR PUSTAKA
Friedman, Marlyn M. 1998. Praktik Keperawatan Keluarga: Teori, Pengkajian, Diagnosa, dan Intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Hershenson, David B.; Power, Paul W.; & Waldo, Michael. 1996. Community Counseling, Contemporer Theory and Practice. Massachusetts, A Simon & Scuster Company.
Imbercoopersmith, Evan. 1985. Teaching Trainee To Think In Triad. Journal of Marital and Family Therapy, Vol.11, No.1,61-66.
Kendall, Philip C. & Norton-Ford, Julian. Professional Dimension Scientific and Professional Dimension. USA, John Willey and Sons, Inc.
Perez, Joseph F. 1979. Family Counseling : Theory and Practice. New York, Van Nostrand, Co.
Yosef, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Tuesday, April 22, 2008

Cognitive Behavioral Therapy


Cognitive Behavioral Therapy merupakan aplikasi dari berbagai variasi teori belajar dalam kehidupan. Tujuannya adalah untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya dalam berbagai bidang kehidupan dan pengalaman. Seringkali masalah tersebut terjadi dalam konteks masalah medis atau gangguan psikiatrik. Teknik terapi kognitif dapat diterapkan dalam bidang pendidikan, di tempat kerja, dalam kegiatan konsumen, dan olahraga. Dalam situasi tersebut terapi kognitif behavioral dapat menolong seseorang dalam pertumbuhan prestasinya dengan meningkatkan kemampuan kopingnya. Hal ini dapat digunakan perawat di berbagai bagian dan berbagai lapangan kesehatan untuk meningkatkan respon koping dan merubah perilaku maladaptif.

Cognitive Behavioral Therapy berfokus pada masalah dan berorientasi pada tujuan, diarahkan pada masalah-masalah yang berkembang pada situasi sekarang dan saat ini ( deals with here and now issues ). Memamndang individu sebagai pengambil keputusan utama dalam menyelesaikan masalah.

Bentuk Distorsi Kognisi Pada Klien (Stuart, Laraia, 1997 : 645)

Tabel 1.1

No

Kelainan Kognisi

Pengertian

Contoh

1

Overgeneralization

Menggambarkan kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu berdasarkan kejadian tunggal

Seorang mahasiswa yang gagal dalam satu ujian mengatakan :

“Kayaknya saya enggak akan lulus dalam setiap ujian.”

2

Personalization

Menghubungkan kejadian di luar terhadap dirinya meskipun hal tersebut tidak beralasan

“Atasan Saya mengatakan produktivitas perusahaan sedang menurun tahun ini, Saya yakin kalau pernyataan ini ditujukan pada diri Saya.”

3

Dichotomus Thinking

Berpikir ekstrim, menganggap segala sesuatunya selalu bagus atau sangat buruk.

“Bila suami Saya meninggalkan Saya, Saya pikir lebih baik Saya mati.”

4

Catastoprizhing

Berpikir sangat buruk terhadap suatu kejadian atau orang.

“Saya lebih baik tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab Saya tidak menginginkan dan tidak akan nyaman dengan jabatan itu.”

5

Selective Abstraction

Berfokus pada detail, tetapi tidak relevan dengan informasi yang lain

Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya sebab ia datang terlambat dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikan perasaannnya, hadiah dari suami tetap diterima dan libur bersama tetap direncanakan.

6

Arbitary Inference

Menggambarkan kesimpulan yang salah tanpa didukung data.

“Teman Saya tidak pernah lama menyukai Saya sebab ia tidak mau Saya ajak pergi.”

7

Mind Reading

Percaya bahwa seseorang mengetahui pikiran orang lain tanpa mengecek kebenarannya.

“Mereka pasti berpikir bahwa dirinya terlalu kurus atau terlalu gemuk.”

8

Magnification

Exaggregating the importance of events.

“Saya telah meninggalkan makan malam Saya, hal ini menunjukkan betapa tidak kompetennya Saya.”

9

Externalization of Self Worth

Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain.

“Saya sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu tetapi teman-teman Saya yang tidak menginginkan Saya berada di sampingnya.”

Peran Perawat Jiwa dalam Terapi Kognisi

Peran perawat dalam terapi kognisi sangat penting di rumah sakit jiwa terutama sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan motivator. Terapi ini sangat berguna untuk mengatasi masalah-masalah klien dari semua rentang usia baik secara individu atau kelompok. Masalah tersebut meliputi : kecemasan (anxiety), gangguan afek (affective), masalah makanan (eating), schizophrenia, ketergantungan zat (substance abuse), dan gangguan kepribadian (personality disorder).

Tujuan Terapi Kognisi

Secara umum terapi kognisi ini bertujuan untuk :

  1. Meningkatkan aktivitas yang diharapkan
  2. Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki
  3. Meningkatkan rekreasi
  4. Meningkatkan dan memberi kesempatan dalam kemampuan social

Teknik Terapi Kognitif

  1. Teknik Restrukturisasi Kognisi (Restructuring Cognitive)
  2. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning The Evidence)
  3. Teknik Penemuan Alternatif (Examing Alternatives)
  4. Decatastrophizing
  5. Reframing
  6. Thought Stopping
  7. Learning New Behaviour with Modeling
  8. Membentuk Pola (Shaping)
  9. Token Economy
  10. Role Play
  11. Social Skill Training
  12. Aversion Therapy
  13. Contigency Contracting
Sumber :
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Tuesday, March 18, 2008

Cognitive Behavioral Therapy

Cognitive-Behavioral Therapy...

is a form of psychotherapy that emphasizes the important role of thinking in how we feel and what we do. Cognitive-behavioral therapy does not exist as a distinct therapeutic technique. The term "cognitive-behavioral therapy (CBT)" is a very general term for a classification of therapies with similarities. There are several approaches to cognitive-behavioral therapy, including Rational Emotive Behavior Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, and Dialectic Behavior Therapy.However, most cognitive-behavioral therapies have the following characteristics:

1. CBT is based on the Cognitive Model of Emotional Response.Cognitive-behavioral therapy is based on the idea that our thoughtscause our feelings and behaviors, not external things, like people, situations,and events. The benefit of this fact is that we can change the way we think to feel / act better even if the situation does not change.

2. CBT is Briefer and Time-Limited.Cognitive-behavioral therapy is considered among the most rapid in terms ofresults obtained. The average number of sessions clients receive (across alltypes of problems and approaches to CBT) is only 16. Other forms oftherapy, like psychoanalysis,can take years. What enables CBT to be brieferis its highly instructive nature and the fact that it makes use of homeworkassignments. CBT is time-limited in that we help clients understand at thevery begining of the therapy process that there will be a point when the formaltherapy will end. The ending of the formal therapy is a decision made by thetherapist and client. Therefore, CBT is not an open-ended, never-endingprocess.

3. A sound therapeutic relationship is necessary for effective therapy, butnot the focus.Some forms of therapy assume that the main reason people get better intherapy is because of the positive relationship between the therapist andclient. Cognitive-behavioral therapists believe it is important to have a good,trusting relationship, but that is not enough. CBT therapists believe that theclients change because they learn how to think differently and they act on thatlearning. Therefore, CBT therapists focus on teaching rational self-counselingskills.

4. CBT is a collaborative effort between the therapist and the client.Cognitive-behavioral therapists seek to learn what their clients want out of life(their goals) and then help their clients achieve those goals. The therapist'srole is to listen, teach, and encourage, while the client's roles is to expressconcerns, learn, and implement that learning.
For excellent cognitive-behavioral therapy self-help and professional books, audio presentations, and home-study training programs.

5. CBT is based on aspects of stoic philosophy.Not all approaches to CBT emphasize stoicism. Rational EmotiveBehavior Therapy, Rational Behavior Therapy, and Rational LivingTherapy emphasize aspects of stoicism. Beck's Cognitive Therapy is notbased on stoicism.
Cognitive-behavioral therapy does not tell people how they should feel. However, most people seeking therapy do not want to feel they way they havebeen feeling. The approaches that emphasize stoicism teach the benefits offeeling, at worst, calm when confronted with undesirable situations. They alsoemphasize the fact that we have our undesirable situations whether we areupset about them or not. If we are upset about our problems, we have twoproblems -- the problem, and our upset about it. Most people want to have thefewest number of problems possible. So when we learn how to more calmlyaccept a personal problem, not only do we feel better, but we usually putourselves in a better position to make use of our intelligence, knowledge,energy, and resources to resolve the problem.

6. CBT uses the Socratic Method.Cognitive-behavioral therapists want to gain a very good understanding oftheir clients' concerns. That's why they often ask questions. They alsoencourage their clients to ask questions of themselves, like, "How do Ireally know that those people are laughing at me?" "Could they be laughingabout something else?"

7. CBT is structured and directive.Cognitive-behavioral therapists have a specific agenda for each session. Specific techniques / concepts are taught during each session. CBTfocuses on the client's goals. We do not tell our clients what their goals"should" be, or what they "should" tolerate. We are directive in the sense thatwe show our clients how to think and behave in ways to obtain what theywant. Therefore, CBT therapists do not tell their clients what to do -- rather,they teach their clients how to do.

8. CBT is based on an educational model.CBT is based on the scientifically supported assumption that most emotionaland behavioral reactions are learned. Therefore, the goal of therapy is to help clients unlearn their unwanted reactions and to learn a new way ofreacting. Therefore, CBT has nothing to do with "just talking". People can "just talk"with anyone.The educational emphasis of CBT has an additional benefit -- it leads to long term results. When people understand how and why they are doingwell, they know what to do to continue doing well.

9। CBT theory and techniques rely on the Inductive Method.A central aspect of Rational thinking is that it is based on fact. Often, weupset ourselves about things when, in fact, the situation isn't like we think it is. If we knew that, we would not waste our time upsetting ourselves.Therefore, the inductive method encourages us to look at our thoughts asbeing hypotheses or guesses that can be questioned and tested. If we find that our hypotheses are incorrect (because we have new information), then we can change our thinking to be in line with how the situation really is.10. Homework is a central feature of CBT.If when you attempted to learn your multiplication tables you spent only onehour per week studying them, you might still be wondering what 5 X 5equals. You very likely spent a great deal of time at home studying your multiplication tables, maybe with flashcards.The same is the case with psychotherapy. Goal achievement (if obtained)could take a very long time if all a person were only to think about thetechniques and topics taught was for one hour per week. That's why CBTtherapists assign reading assignments and encourage their clients topractice the techniques learned.

Sumber :

http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm

Family Counseling


FAMILY COUNSELING

APAKAH KELUARGA ITU ?

Terdapat beberapa bentuk keluarga, yaitu :

-Nuclear Family.
-Extended Family.
-Keluarga campur.

GAMBARAN KELUARGA MODEREN

-Perceraian.
-Pernikahan kembali.
-Kedua orang tua bekerja.

Gambaran keluarga demikian kemungkinan besar akan menimbulkan masalah bagi
anggota keluarganya.

DASAR-DASAR FAMILY COUNSELING

Pusat dari system interpersonal dalam tiap kehidupan seseorang adalah
keluarga. Seorang bayi belajar bagaimana hidup dan menerima kehidupan itu
melalui interaksinya dalam keluarga. Interaksi seseorang di masa depan
memperlihatkan intensitas ikatan emosi dan kepercayaan dasar terhadap diri dan
dunia luar yang dihasilkan pada interaksi awal dalam keluarga (Framo, 1976, dalam
Kendall, 1982 : 517). Saat anak-anak tumbuh dan matang, mereka berubah dalam
banyak hal dan keluargapun berubah pula. Hal ini berlangsung selama
perkembangan seseorang dalam rentang kehidupannya.

Jika anak, remaja, atau orang dewasa mengalami disfungsi psikologis,
masalah ini mungkin berawal dari konflik yang tak terpecahkan dalam keluarga di
masa lalu (Jackson, 1965, dalam Kendall, 1982). Misalnya suatu pasangan mungkin
membawa anak mereka untuk konseling/terapi, hanya untuk menyatakan bahwa
masalah mereka dengan anaknya hanyalah masalah sekunder dalam konflik
perkawinannya. Hal ini mungkin kasus dimana anak terjebak di tengah-tengah di
antara masalah kedua orangtuanya, yang dapat mengembangkan symptom-simptom
seperti anxiety, tidak patuh atau gagal di sekolah, dimana hal ini menyebabkan
tekanan terhadap situasi keluarga. Demikian juga halnya dengan klien dewasa,
dimana mungkin berusaha menanggulangi perasaan depresinya, sebagai akibat dari
konflik perkawinannya yang sangat mengganggu kepercayaan dirinya, dengan
mengembangkan penghargaan diri yang besar.

Weakland (1960, dalam Imbercoopersmith, 1985) membuat hipotesa bahwa
seseorang yang mengalami gangguan perilaku berat merupakan korban dari pesanpesan ketidakrukunan satu pihak dengan pihak lain dalam keluarga.

Minuchin (1974, dalam Imbercoopersmith, 1985) menjelaskan tentang “Triad
yang kaku”, yaitu meliputi : (1) “detouring”, dimana orang-orang yang lebih dewasa
menyerang atau overproteksi terhadap anak; (2) “koalisi orang tua –anak”, dimana salah satu orang tua dan anak bersekutu untuk melawan orang tua yang
lain, dan (3) “triangulasi”, dimana anggota (biasanya anak) berada dalam koalisi
yang tertutup dengan dua anggota lain yang sedang mengalami konflik.

Imbercoopersmith (1985) menyatakan bahwa Family Conselor/Therapist
harus memliki kemampuan menganalisa bagaimana pola triadic di dalam keluarga,
melakukan intervensi yang efektif bagi pola triadic dengan memberikan tugastugas, dan menghindari hubungan yang kurang baik antara hubungan triadic para
anggota keluarga dengan professional.

Meskipun masalah klien bukan karena disfungsi dalam keluarga, keluarga
dapat menjadi sumber yang penting dalam proses konseling/terapi. Jadi,
konselor/terapist berusaha memberi gambaran mengenai dukungan dan dorongan
anggota keluarga jika individu berusaha untuk keluar dari permasalahan melalui
proses konseling/terapi ini. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan seluruh anggota
keluarga.

Jika konselor/terapist melakukan intervensi terhadap keluarga atau pasangan,
seluruh anggota keluarga hendaknya terlibat bersama. Hal ini disebut Conjoint
Conseling/Therapy, karena seluruh keluarga dilihat sebagai kelompok tunggal. Jadi,
permasalahan tidak hanya didiskusikan dengan satu atau dua anggota keluarga saja.
Konseling/terapi ini memliki keuntungan membawa seluruh anggota keluarga secara
langsung dalam proses terapi. Hal ini memungkinkan adanya kesepakatan untuk
bekerjasama untuk perubahan dan memperkecil kemungkinan anggota keluarga
yang lain memberikan bimbingan yang berbeda (Kendall et al., 1982 : 517-518).

Famili Conseling/Therapy merupakan satu bentuk intervensi yang ditujukan
bagi penyelesaian masalah keluarga. Pendekatan pada intervensi ini sangat
concerned dengan struktur keluarga (baik dalam bentuk dyad maupun triad). Yang
dimaksud dengan dyad adalah 2 orang yang diamati dan diperlakukan sebagai 1
unit, biasanya parental dyad. Sedangkan triad adalah 3 orang yang diamati sebagai
1 unit. Yang diobservasi adalah bagaimana para anggota keluarga berinteraksi satu
sama lain. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang menjadi focus dari Famili
Conseling/Therapy, yaitu :

- Mengubah sekuen perilaku diantara anggota keluarga.
- Memberanikan anggota keluarga untuk berpendapat beda dari yang lain.
- Mengusulkan beberapa alliance (persekutuan atau perserikatan) dan
melemahkan beberapa yang lain.

Jadi, focus dari Family Conseling/Therapy lebih pada outcome dan perubahan,
bukan pada metodenya itu sendiri. Ukuran dari keberhasilan konseling/terapi adalah
bila ada perubahan dalam family construct.

Keluarga dipandang sebagai satu unit fungsi, sehingga diperlukan pula
sebagai satu kesatuan. Bila ada salah satu anggota keluarga yang
menunjukkan masalah yang amat menonjol, maka ini dianggap sebagai symptom
dari sakitnya kelurga.

Jadi, yang terutama diperhatikan adalah “relationship” di antara anggota
keluarga. Apa yang diinterpretasi adalah suasana yang diciptakan oleh relasi
keluarga itu dan bukannya symptom-symptom yang muncul (Perez, 1979).

Sambutan....


Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamualaikum Wr Wb

Yo!! Rekan-rekan sejawat perawat dimanapun kalian berada, alhamdulillah launching perdana blogspot kami tentang Cognitive Behavioral Therapy dan Family Therapy telah terlaksana. Semoga bermanfaat!